SPBU di Desa Tlogorejo – Tlogowungu, Pati |
Dua orang di Kabupaten Pati mengaku wartawan diduga melakukan pemerasan terhadap pengurus SPBU di Tlogowungu. PWI dan IJTI meminta kepolisian untuk tidak ragu mengusut tuntas kasus tersebut.
PATI – Sebelumnya ramai diberitakan berbagai media massa lokal dan nasional di Kota Pati, pengurus stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Desa Tlogorejo, Kecamatan Tlogowungu melaporkan telah menjadi korban pemerasan dua pria yang mengaku sebagai wartawan. Tak tanggung-tanggung, dua pria itu meminta uang Rp 15 juta.
Erwin Setyo Pramono, pengawas SPBU Tlogowungu menyebutkan, kedua orang wartawan abal-abal itu mengancam akan memberitakan SPBU itu lantaran menyebut jika pelayanannya kurang baik. Saat mengisi bahan bakar minyak (BBM) pada Selasa (6/12/2022) mereka mengaku tidak menunjukkan ada penambahan BBM dalam indikator fuel meter di kendaraannya.
Erwin pun sempat meminta agar tidak memberitakannya. Saat itulah, pihak SPBU Tlogowungu diminta memberikan uang sebesar Rp 15 juta. Erwin pun akhirnya menyebut akan memberikan uang sebesar Rp 5 juta sementara sisanya akan menyusul. Saat itulah Erwin melaporkannya ke pihak berwajib.
Tak hanya itu, Erwin menemukan fakta baru, saat melakukan pengecekan CCTV di SPBU Tlogowungu, dia tidak mendapati mobil yang dikendarai kedua orang tersebut mengisi BBM.
Dukung Pengusutan
Dua organisasi profesi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pati serta Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendukung serta mendorong agar kepolisian menuntaskan kasus pemerasaan dua orang yang mengaku sebagai wartawan.
Ketua PWI Kabupaten Pati M Noor Efendi menyebut kasus tersebut diharapkan bisa diusut tuntas sehingga akan jelas sehingga bisa terungkap kebenarannya. Terlebih kasus tersebut ikut berdampak pada muruah profesi wartawan.
“Dalam bertugas wartawan sebenarnya memiliki kode etik. Ada banyak pasal dalam kode etik jurnalistik (KEJ) yang harus ditaati oleh jurnalis,”tegasnya.
Diantaranya, disebutkan jika wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Penekanan tidak beritikad buruk maka bisa diartikan tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
“Jadi seorang jurnalis tidak boleh memiliki niat secara sengaja untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Kami berharap diusut tuntas karena ini sudah membawa nama jurnalis,”ungkapnya.
Dukungan terkait penuntasan kasus itu turut diungkapkan oleh Iwhan Miftahudin, ketua Koordinator Daerah (Korda) IJTI Muria Raya. Dia menegaskan kepolisian tak perlu ragu-ragu dalam melakukan proses hukumnya.
“Ketika para pelaku dugaan pemerasan itu mengaku seorang wartawan tentu bisa dicek. Karena dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers tentu ada sejumlah ketentuan untuk bisa menyatakan diri sebagai wartawan ataupun perusahaan pers. Dewan Pers juga telah mengatur tentang itu,”tegasnya.
Apalagi, tambah Iwhan, jika kasus itu benar mengarah pada pemerasan. Maka yang berlaku adalah persoalan kriminal bukan lagi sengketa media. Sehingga yang bersangkutan tak bisa berlindung dalam UU Pers.
“Kami sangat mendukung langkah kepolisian dalam mengusut kasus pemerasan yang dilakukan dua orang yang mengaku sebagai wartawan tersebut,”tegasnya. (arf)