Petani di Kecamatan Dukuhseti sedang mengisi solar ke mesin diesel pompa airnya |
PATI – Petani resah, setelah muncul kebijakan pembatasan pembelian BBM solar. Sejumlah petani di
Desa Kembang, Kecamatan Dukuhseti mengeluhkan hal itu.
Desa Kembang, Kecamatan Dukuhseti mengeluhkan hal itu.
Fahrurozi salah satu petani yang mengeluh. Warga
RT 6 RW 2 ini mengungkapkan, sangat terbebani dengan kebijakan tersebut.
Pasalnya saat ini ia hanya boleh membeli solar di SPBU seharga Rp 50 ribu.
Dengan pembatasan itu, ia hanya mendapatkan 9,7 liter solar. Mengingat saat ini
harga BBM bersubsisi itu saat ini Rp 5.150 per liter.
RT 6 RW 2 ini mengungkapkan, sangat terbebani dengan kebijakan tersebut.
Pasalnya saat ini ia hanya boleh membeli solar di SPBU seharga Rp 50 ribu.
Dengan pembatasan itu, ia hanya mendapatkan 9,7 liter solar. Mengingat saat ini
harga BBM bersubsisi itu saat ini Rp 5.150 per liter.
Padahal untuk kebutuhan bahan bakar
mesin pompa air, sehari dibutuhkan setidaknya 30 liter solar. Itupun harus
meminta surat pengantar dari desa. 30 liter solar itu untuk kebutuhan 1 hektar
sawah.
mesin pompa air, sehari dibutuhkan setidaknya 30 liter solar. Itupun harus
meminta surat pengantar dari desa. 30 liter solar itu untuk kebutuhan 1 hektar
sawah.
”Bahan bakar sebanyak itu
diperlukan, mengingat saat ini memasuki musim kemarau. Sehingga tanaman padi
membutuhkan suplai air yang cukup, dan itu dipenuhi melalui pompa air,” terang
Fahrurozi.
diperlukan, mengingat saat ini memasuki musim kemarau. Sehingga tanaman padi
membutuhkan suplai air yang cukup, dan itu dipenuhi melalui pompa air,” terang
Fahrurozi.
Kesulitan Mengairi Sawah
Fahrurozi menyayangkan, kebijakan
pembatasan tersebut berlaku saat tanamannya sudah berusia dua pekan lebih. ”Mungkin
kalau tahu bakal ada kebijakan pembatasan solar, saya masih pikir-pikir untuk
menanam padi di musim kemarau seperti ini,” imbuhnya.
pembatasan tersebut berlaku saat tanamannya sudah berusia dua pekan lebih. ”Mungkin
kalau tahu bakal ada kebijakan pembatasan solar, saya masih pikir-pikir untuk
menanam padi di musim kemarau seperti ini,” imbuhnya.
Menurut Fahrurozi, ia dan petani
lain kebingungan menyikapi kebijakan ini. Terlebih pompa air miliknya hampir
tidak pernah mati selama musim tanam ketiga (MT III). Mulai dari persemaian
hingga panen nanti, dipastikan akan terus membutuhkan air melalui pompa.
lain kebingungan menyikapi kebijakan ini. Terlebih pompa air miliknya hampir
tidak pernah mati selama musim tanam ketiga (MT III). Mulai dari persemaian
hingga panen nanti, dipastikan akan terus membutuhkan air melalui pompa.
Setidaknya, ada 100 hektar sawah di
Desa Kembang yang saat ini menanam padi. Harapannya, ada solusi dari pemerintah
bagi para petani untuk mendapatkan solar. ”Atau mungkin kami dibuatkan
bendungan sehingga pada musim kemarau tidak kesulitan mendapatkan air. Padahal
dulu pernah ada kabar akan ada penyodetan bendungan Tompe Gunung ke desa kami,”
ujarnya.
Desa Kembang yang saat ini menanam padi. Harapannya, ada solusi dari pemerintah
bagi para petani untuk mendapatkan solar. ”Atau mungkin kami dibuatkan
bendungan sehingga pada musim kemarau tidak kesulitan mendapatkan air. Padahal
dulu pernah ada kabar akan ada penyodetan bendungan Tompe Gunung ke desa kami,”
ujarnya.
Sementara Juremi, Kepala Desa Kembang
menuturkan mengenai kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pembatasan solar
itu berlaku mulai pertengahan Agustus lalu. ”Kami hanya memberikan surat
pengantar untuk pembelian solar di SPBU. Surat tersebut menyatakan bahwa warga
kami benar-benar petani. Kami hanya menjalankan kebijakan dari pusat,”
pungkasnya. (pur)
menuturkan mengenai kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pembatasan solar
itu berlaku mulai pertengahan Agustus lalu. ”Kami hanya memberikan surat
pengantar untuk pembelian solar di SPBU. Surat tersebut menyatakan bahwa warga
kami benar-benar petani. Kami hanya menjalankan kebijakan dari pusat,”
pungkasnya. (pur)