Ilustrasi |
Guru di sekolah dan para orang tua
diharapkan bisa berperan memberikan batasan kepada anak-anaknya dalam
menggunakan HP. Penggunaan HP yang tidak terkontrol memiliki dampak mengerikan
bagi anak. Bahkan di level lebih parah menjadi pemicu gangguan jiwa. Hal itu
diungkapkan Dokter Kejiwaan RSUD RAA Soewondo Pati, dr. Yarmaji, Sp.KJ.
Yarmaji menyarankan kepada orang
tua dan lingkungan sekolah agar memperhatikan anak-anaknya. Mulai membatasi
penggunaan hp hingga mendampingi anak-anak saat bermain menggunakan hp.
“Jadi pencegahan terhadap
potensi gangguan jiwa pada anak butuh peran para orang tua dan juga guru di
lingkungan sekolah. Jadi untuk orang tua sendiri harus ada kendali terkait
penggunaan HP. Batasan selama untuk tugas sekolah, dan di rumah harus ada
dampingan orang tua,” jelasnya.
Sebelumnya viral dilaporkan sejumlah
anak usia sekolah di Pati diduga kecanduan main HP. Mulai dari kecanduan game
online hingga kecanduan membuka situs porno yang berakibat menjadi masalah
gangguan jiwa pada anak.
“Untuk yang dirawat
(kemarin), saat ini sudah bisa rawat jalan. Kemarin dalam satu tahun (2022)
kada 5 kasus, usia SMP, SMA juga ada yang usia kuliah,” jelas Yarmaji.
Yarmaji menjelaskan kasus terbaru
ada seoranga anak perempuan usia sekolah menengah pertama (SMP) yang diduga
kecanduan main HP. Bahkan anak tersebut kecanduan buka situs porno.
“Anak SMP remaja putri datang
bersama kedua orang tua. Mengalami gangguan emosi, sering mengurung diri,
setelah ditanya orang tua dia mengalami tindakan bully dari sekolah. Setelah
kita telusuri di sini kaitannya bersama teman-teman di sekolah itu, ada kondisi
dimana penggunaan HP yang tidak terkontrol,” Yarmaji melanjutkan.
Anak perempuan tersebut,
lanjutnya, sering mendapatkan bully teman-teman di sekolahan. Akibatnya anak
tersebut mengalami gangguan emosi dan sempat dibawa berobat oleh kedua orang
tuanya.
Yarmaji menerangkan kasus gangguan
kejiwaan anak-anak terus mengalami peningkatan. Terutama pasca pandemi karena
aktivitas belajar mengajar menggunakan HP. Setahun biasanya ada satu anak yang
dirawat karena gangguan kejiwaan. Namun setelah pandemi meningkat, menjadi lima
kasus dalam kurun waktu setahun.
“Rawat inap masa pandemi
hanya satu, setelah pandemi mulai sekolah ada yang dirawat inap, tahun kemarin
ada lima kasus,” terangnya.
Dia mengatakan anak-anak mengalami
gangguan kejiwaan mulai ada gangguan emosi, gangguan tidur, dan perilaku. (mif)