Dua ajaran
luhur Sunan Muria diangkat sebagai bahan mengikuti lomba cerita budaya desa. Dua
ajaran itu adalah Tapa Ngeli dan Pagar Mangkuk. Ajaran yang penuh nilai
filosofi.
KUDUS –
Budaya menjadi pondasi dalam membentuk karakter masyarakat yang penuh dengan
kearifan dan terbuka untuk semua kalangan. Mengikuti lomba cerita budaya desaku
Kemendikbud RI, warga Piji Wetan mengangkat nilai filosofi Tapa Ngeli dan Pagar
Mangkuk ajaran Sunan Muria.
Inisiator
Kampung Budaya Piji Wetan, Muchammad Zaini, menjelaskan pemilihan Tapa Ngeli
dan Pagar Mangkuk bertujuan untuk mengenalkan dua ajaran tersebut kepada
masyarakat nasional. Ajaran Tapa Ngeli mengandung makna sengaja menghanyutkan
diri tetapi tidak terbawa oleh arus gelombang yang ada.
Sedangkan
Pagar Mangkuk adalah ajaran Sunan Muria yang mendidik masyarakat agar ringan
tangan dalam bersedekah dan membantu orang lain.
Menurut
Zaini, dua ajaran tersebut dipandang relevan untuk disebarluaskan kepada
masyarakat yang lebih luas untuk bisa mengatasi problematika hidup. Sebenarnya
laku hidup tersebut sudah sejak lama dilaksanakan oleh warga nahdliyin,
utamanya warga Muria di sekitarnya.
“Di Piji
Wetan, dua filosofi ajaran itu diimplementasikan dalam laku budaya berupa
jagongan, tonilan dan mangkukan,” kata Zaini.
Tonilan
sendiri adalah pentas teater rakyat yang didalamnya berisi lakon cerita-cerita
legenda yang berkaitan dengan Sunan Muria, serta asal usul desa-desa yang ada
di Kawasan Muria. Pentas ini berfungsi untuk meluruskan cerita-cerita yang
salah tentang Sunan Muria agar tidak disalah pahami masyarakat.
Zaini
menyebut, banyak versi cerita yang salah tentang Sunan Muria. Karena itu
pihaknya ingin meluruskan, untuk meminimalisir salah paham. Seperti legenda
Dewi Nawangsih dan legenda Bakaran. (yan)
Adapun video
dan konsepnya bisa ditonton di sini