KH Ahmad Minan bin KH Abdullah Salam |
Ahmad Minan bin KH. Abdullah Zain Salam adalah sosok pendekar al-Qur’an. Beliau
memahami al-Qur’an tidak hanya tekstual, tapi kontekstual. Beliau sosok hamilul
qur’an yang nafasnya bersama al-Qur’an.
Penulis
hanya satu tahun mendapatkan ilmu ulama al-Qur’an ini ketika studi di Perguruan
Islam Mathali’ul Falah tahun 1996 saat kelas 2 Aliyah. Beliau mengajar ilmu
al-Tafsir karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Lebih
dari itu, penulis melihat sosok ini ketika sedang menunaikan shalat jum’at.
Meskipun masih banyak ulama sepuh, KH. Ahmad Minan mendapat amanah menjadi imam
shalat jum’ah. Masih teringat bacaan merdu-berwibawa Kiai ini pada dua rakaat
shalat jum’ah, yaitu Surah al-Jum’ah pada rakaat pertama dan Surah al-Munafiqun
pada rakaat kedua.
Sebagai
santri kampung yang tidak terbiasa dengan bacaan surah panjang tentu awalnya
kaget. Namun, pada akhirnya terlatih dengan bacaan panjang saat shalat jum’ah
dengan Imam KH. Ahmad Minan ini.
Gus
Minan, biasa kami para santri PIM memanggil, adalah sosok yang tawadlu’ (rendah
hati). Ketika beliau berjalan, wajahnya menunduk ke bawah sebagai bukti
ketawadluan beliau yang selalu menganggap diri tidak lebih tinggi dari orang
lain.
Ingat
dawuh Nabi yang artinya
Orang
yang rendah hati karena Allah, maka derajatnya diangkat Allah.
Gus
Minan mempraktekkan ini. Di sela-sela mengajar di PIM, khususnya saat
istirahat, di ruangan utara bersama para guru sepuh, beliau berdiskusi dan
bercengkrama dengan akrab tanpa ada kelas sosial. Meskipun beliau dari keluarga
pendiri PIM, namun beliau akrab dan ngobrol gayeng dengan para guru.
Memang
begitu orang yang mendalam ilmunya. Laksana padi, semakin tua semakin menunduk.
Kedalaman ilmu al-Qur’an beliau luar biasa. Ketika mengajar ilmu al-Tafsir,
banyak sekali keterangan yang beliau sampaikan kepada kami, para santri. Beliau
memaknai al-Qur’an secara kontekstual agar al-Qur’an hidup sesuai spirit zaman.
Beliau
sering menjelaskan nama-nama sahabat yang berperan dalam ilmu tafsir al-Qur’an.
Hal ini tidak lepas dari rihlah ilmiyyah beliau di Mekkah. Beliau menghafalkan
al-Quran kepada ayahandanya, KH. Abdullah Zain Salam, kemudian menurut KH.
Samhadi (2021) berguru kepada Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam waktu yang
relatif panjang.
Perjalanan
panjang rihlah ilmiyyah KH. Ahmad Minan Abdillah ini juga meneruskan jaringan
Kajen-Haramain yang sebelumnya dilakukan para santri-kiai Kajen dan sekitarnya,
seperti KH. Mahfudh Salam, KH. Hasbullah, KH. Mukhtar, dan KH. Hambali
Waturoyo.
Maka
wajar jika KH. Ahmad Minan lahir sebagai ulama ahli al-Qur’an yang luas
wawasannya, mendalam ilmunya, dan santun pribadinya sehingga dengan ijin Allah
bisa melahirkan kader-kader penerus al-Qur’an yang bertebaran di banyak wilayah
di Indonesia.
Kecintaan
mendalam KH. Ahmad Minan Abdillah kepada al-Qur’an benar-benar sepanjang hayat.
Meskipun kondisi kesehatannya menurun, namun semangat mendaras al-Qur’an beliau
tidak pernah luntur. KH. Ahmad Mu’adz Thohir (2021) menjelaskan kegigihan KH.
Ahmad Minan Abdillah dalam mendaras al-Qur’an yang luar biasa, meskipun kondisi
kesehatanya kurang mendukung.
Beliau,
Gus Minan ini, kata KH. Samhadi (2021), ketika sedang membaca al-Qur’an, maka
konsentrasinya di atas rata-rata orang biasa. Dari awal sampai akhir beliau
asyik bersama al-Qur’an sehingga tidak mau diganggu dengan aktivitas lain,
seperti makan, minum, dan lain-lain. Subhanallah.
Bersama
istri Hj. Maftuhah Minan, Gus Minan berjuang membumikan al-Qur’an di seluruh
penjuru daerah di Kabupaten Pati. Qiro’ati adalah metode baca al-Qur’an yang
ketat dan disiplin dalam makhraj dan tajwid sehingga menghasilkan kader-kader
al-Qur’an yang handal.
TPQ
Qiro’ati Kabupaten Pati di bawah pimpinan Hj. Maftuhah Minan tidak hanya
mengajarkan al-Qur’an, tapi juga praktek ibadah, hafalan surat-surat pendek dan
hal-hal lain yang penting dalam pembentukan karakter Qur’ani. Bahkan, dalam
perkembangannya, TPQ Qiro’ati ini juga membuka cabang untuk orang tua.
Di
samping ahli al-Qur’an, KH. Ahmad Minan adalah sosok yang peduli kepada fakir
miskin. Menurut KH. Samhadi (2021), KH. Ahmad Minan Abdillah aktif menyantuni
fakir miskin yang berkahnya dirasakan anak cucu dan para santri. Ini adalah
bukti kesalehan sosial beliau yang harus diteladani para santri. Sebuah teladan
agung dari Sang Pendekar Al-Qur’an yang menjadi inspirasi para santri.
KH.
Ahmad Minan bin KH. Abdullah Zain Salam yang merupakan dzurriyyah Syaikh Ahmad
Mutamakkin Kajen dimakamkan di Waturoyo, di samping masjid Waturoyo. Insya
Allah ada isyarat langit yang menunjukkan daerah ini menjadi daerah yang
berkah, baik ilmu, masyarakat, dan lain-lain. Amiin.
Kajen,
Selasa, 4 Rajab 1442 – 15 Februari 2021
Jamal
Ma’mur Asmani, penulis adalah Wakil Ketua
PC NU Pati, produktif menulis biografi para kiai di Pati, tulisan ini sebelumnya telah dimuat di status facebooknya.