Sujiwo Tejo memainkan wayang dengan lakon Bharatayuda Wurung dalam acara Suluk Maleman |
Hujan
gerimis mengguyur Kota Pati Sabtu (19/1/2019) malam lalu. Meski begitu, ratusan
jamaah tetap setia menyemut di Rumah Adab Indonesia Mulia Jalan Pangeran
Diponegoro-Pati. Mereka antusias mengikuti ngaji budaya Suluk Maleman edisi ke 85.
Malam itu tema yang diangkat adalah lakon wayang “Bharatayuda Wurung” dengan
dalang Sujiwo Tejo.
gerimis mengguyur Kota Pati Sabtu (19/1/2019) malam lalu. Meski begitu, ratusan
jamaah tetap setia menyemut di Rumah Adab Indonesia Mulia Jalan Pangeran
Diponegoro-Pati. Mereka antusias mengikuti ngaji budaya Suluk Maleman edisi ke 85.
Malam itu tema yang diangkat adalah lakon wayang “Bharatayuda Wurung” dengan
dalang Sujiwo Tejo.
Lakon Bharatayuda Wurung sendiri berkisah
tentang permasalahan di Negeri Hastina. Konfliknya mirip-mirip dengan Negeri
Nusantara saat ini. Di Negeri Hastina, baik Pandawa dan Kurawa terlibat peran
yang sama dalam mencipta konflik di masyarakat.
tentang permasalahan di Negeri Hastina. Konfliknya mirip-mirip dengan Negeri
Nusantara saat ini. Di Negeri Hastina, baik Pandawa dan Kurawa terlibat peran
yang sama dalam mencipta konflik di masyarakat.
Keduanya,
diceritakan Sujiwo Tejo, sama-sama memproduksi fitnah, tipu daya, hingga hoaks.
Akibatnya masyarakat menjadi kacau dan terbelah. Melihat kondisi yang demikian,
Semar prihatin. Akhirnya dia berinisiatif mencari jalan keluar agar konflik
politik kedua kekuatan itu tak menimbulkan peperangan terbuka.
diceritakan Sujiwo Tejo, sama-sama memproduksi fitnah, tipu daya, hingga hoaks.
Akibatnya masyarakat menjadi kacau dan terbelah. Melihat kondisi yang demikian,
Semar prihatin. Akhirnya dia berinisiatif mencari jalan keluar agar konflik
politik kedua kekuatan itu tak menimbulkan peperangan terbuka.
Pengasuh
Suluk Maleman, Habib Anis Sholeh Ba’asyin mengungkapkan, ruwatan bangsa itu
memang sengaja digelar menjelang tahun politik, sebagai doa agar bangsa dan negara
ini dapat tetap selamat, dan dinaungi damai.
Suluk Maleman, Habib Anis Sholeh Ba’asyin mengungkapkan, ruwatan bangsa itu
memang sengaja digelar menjelang tahun politik, sebagai doa agar bangsa dan negara
ini dapat tetap selamat, dan dinaungi damai.
Topik
yang diperbincangkan malam itu memang banyak menyentil terkait munculnya kesan
mudah berselisih hanya lantaran perbedaan pilihan. Persis yang terjadi di
negeri yang akan menggelar hajat pemilu serentak April mendantang ini.
yang diperbincangkan malam itu memang banyak menyentil terkait munculnya kesan
mudah berselisih hanya lantaran perbedaan pilihan. Persis yang terjadi di
negeri yang akan menggelar hajat pemilu serentak April mendantang ini.
Habib
Anis pun menyinggung kemunculan duet Nurhadi-Aldo, capres fiktif yang sempat
membuat urat nadi bangsa ini sedikit mengendur. Dikatakannya, kemunculan capres
fiktif tersebut muncul lantaran masyarakat sudah jenuh dengan perdebatan-perdebatan
yang tidak jelas antar kelompok. ”Kemunculan Nurhadi menjadi bukti masyarakat
kita masih ada yang waras,” jelasnya kepada ratusan jamaah yang hadir.
Anis pun menyinggung kemunculan duet Nurhadi-Aldo, capres fiktif yang sempat
membuat urat nadi bangsa ini sedikit mengendur. Dikatakannya, kemunculan capres
fiktif tersebut muncul lantaran masyarakat sudah jenuh dengan perdebatan-perdebatan
yang tidak jelas antar kelompok. ”Kemunculan Nurhadi menjadi bukti masyarakat
kita masih ada yang waras,” jelasnya kepada ratusan jamaah yang hadir.
”Meski
terjadi perbedaan pilihan, jangan sampai diperdebatkan hingga di luar batas.
Bisa dimungkinkan hal semacam itu, nantinya justru akan ditertawakan lantaran
menjadi suatu hal yang konyol. Berjalan harus mengalir, jangan memegang apapun
kecuali Allah dan jangan meminta apapun kecuali kepada Allah. Kalau mau lepas
dari itu, lepaskanlah dari nafsumu,” terangnya.
terjadi perbedaan pilihan, jangan sampai diperdebatkan hingga di luar batas.
Bisa dimungkinkan hal semacam itu, nantinya justru akan ditertawakan lantaran
menjadi suatu hal yang konyol. Berjalan harus mengalir, jangan memegang apapun
kecuali Allah dan jangan meminta apapun kecuali kepada Allah. Kalau mau lepas
dari itu, lepaskanlah dari nafsumu,” terangnya.
Lebih
lanjut, Habib Anis menuturkan, tragedi marebaknya hoaks menjadi bentuk
hilangnya nilai beragama manusia. Seharusnya, jika orang beragama, tentu tidak
akan mudah menyerang orang lain apalagi hingga membenci. Hidup pun terasa akan
menjadi lebih santai.
lanjut, Habib Anis menuturkan, tragedi marebaknya hoaks menjadi bentuk
hilangnya nilai beragama manusia. Seharusnya, jika orang beragama, tentu tidak
akan mudah menyerang orang lain apalagi hingga membenci. Hidup pun terasa akan
menjadi lebih santai.
“Sikap
adil itu bahkan kepada orang yang memusuhi. Artinya tidak ada pendekatan
kelompok. Lantaran tidak kelompoknya yang benar kemudian disalahkan. Tidak
seperti itu. Kalau yang terjadi sekarang kan kebanyakan seperti itu. Lantaran
tidak kelompoknya, benarpun dianggap keliru,” imbuhnya.
adil itu bahkan kepada orang yang memusuhi. Artinya tidak ada pendekatan
kelompok. Lantaran tidak kelompoknya yang benar kemudian disalahkan. Tidak
seperti itu. Kalau yang terjadi sekarang kan kebanyakan seperti itu. Lantaran
tidak kelompoknya, benarpun dianggap keliru,” imbuhnya.
Tema
wayangan yang dibawakan dalang Sujiwo Tejo pun makin semarak dan menghibur.
Pria yang mendaulat dirinya sebagai Presiden Jancukers ini tampil mendalang
dengan luwes, tembang-tembang seperti “Ingsun”, dan “Titi Kala Mangsa” juga
dilantunkan, yang makin menghibur jamaah. Sujiwo Tejo juga seperti biasanya,
melantunkan asmaul husna dengan nadanya yang khas. (has)
wayangan yang dibawakan dalang Sujiwo Tejo pun makin semarak dan menghibur.
Pria yang mendaulat dirinya sebagai Presiden Jancukers ini tampil mendalang
dengan luwes, tembang-tembang seperti “Ingsun”, dan “Titi Kala Mangsa” juga
dilantunkan, yang makin menghibur jamaah. Sujiwo Tejo juga seperti biasanya,
melantunkan asmaul husna dengan nadanya yang khas. (has)