Peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di bukit Ngalang Alangan Pegunungan Kendeng, Desa Kedumulyo, Sukolilo. |
PATI – Dalam momen peringatan kemerdekaan ke-77 tahun 2022
ini banyak usulan agar Ki Samin Surosentiko diberi gelar pejuang. Hal itu
diungkapkan oleh tokoh Samin di kawasan Pegunungan Kendeng, Gunretno
Hanya saja, sebagai penerus perjuangan Mbah Samin dia
menyebut jika cukup disebut pejuang. “Terlepas penamaan pahlawan tentu monggo
saja,”terangnya dalam momen upacara HUT ke-77 Republik Indonesia yang digelar
di Ngalang Alangan di Pegunungan Kendeng di Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo,
Pati, Jawa Tengah pada 17 Agustus 2022.
Dia mengatakan Mbah Samin memang memiliki bentuk perjuangan
yang begitu panjang. Terutama berjuang tanpa kekerasan. Meskipun pada akhirnya
Mbah Samin berakhir ditangkap juga.
“Meski Mbah Samin tidak dicatat, namun perlu diakui, hingga
saat ini ada penerusnya untuk terus berjuang,”terangnya.
Dalam momen peringatan kemerdekaan itu tampak ratusan warga
berdatangan ke bukit Ngalang Alangan di Pegunungan Kendeng di Desa Kedumulyo,
Kecamatan Sukolilo. Anak-anak, ibu-ibu maupun bapak-bapak semuanya tampak
bersuka cita.
Mereka mengenakan kebaya dan jarik yang biasa dikenakan.
Meski jalannya cukup menanjak dan curam mereka tak tampak mengeluh. Meski ada
yang terlihat beristirahat baru kemudian melanjutkan perjalannya kembali.
Sesampainya diatas, anak muda tampak membentangkan bendera
merah putih yang begitu panjang. Diperkirakan panjangnya lebih dari 20 meter
dan tinggi sekitar tiga meter. Bendera itu berada tepat diantara dua bukit yang
ada di belakangnya.
Antusias
Sementara di bagian lahan yang cukup lapang, ratusan warga
yang berdatangan itu kemudian membentuk barisan berputar. Rupanya tak hanya
warga Kendeng dan dari Sedulur Sikep ada pula yang berasal dari akademi, dan
advokasi. Adapula yang datang dari Blora, dan Kudus.
Di sisi barat tampak ada yang berpakaian ala punokawan dan
mimbar sederhana serta lesung yang dimainkan oleh ibu-ibu. Ilustrasi musik
lesung bersama tembang macapat itu juga yang mengiringi jalannya upacara yang
dilanjutkan dengan brokohan atau doa dan makan bersama diatas gunung tersebut.
Gunretno, pemimpin upacara mengatakan kegiatan itu merupakan
upacara rakyat. Meski dilakukan secara sederhana termasuk kemampuan baris
berbarisnya, namun upacara tersebut tak sekadar seremonial saja.
“Yang disampaikan ini akan menjadi proses demi proses agar
bisa menjadi laku keseharian. Bagaimanapun kemerdekaan harus terus dijaga.
Sedulur Kendeng benar-benar meneruskan perjuangan para pahlawan yang membela
bangsanya,” pungkasnya. (hus)