PATI – Marching band Bahana Swara MA Salafiyah Kajen menyuguhkan pertunjukan spektakuler bertajuk “Geger Ranggalawe: Sumbaga Anjayeng Prang” dalam Kirab 10 Muharram Desa Kajen, rangkaian Haul Syekh Ahmad Mutamakkin.
Tema ini mengangkat kisah heroik sekaligus tragis Panglima Perang Majapahit, Ranggalawe, dipadukan dengan sastra Jawa Kuno.
Pertunjukan ini menceritakan kesetiaan Ranggalawe kepada Raden Wijaya dalam membangun Majapahit, termasuk perannya mengalahkan Mahisa Mudarang, patih Kediri.
Namun, janji Raden Wijaya mengangkat Ranggalawe sebagai Mahapatih diingkari. Ranggalawe hanya diangkat menjadi Adipati Tuban, memicu pemberontakannya.
Konflik semakin rumit dengan intrik istana yang melibatkan Nambi dan Halayuda. Fitnah dan pertempuran tak seimbang membuat Ranggalawe gugur di Sungai Tambak Beras.
Kisah ini diinterpretasi dari Babad Majapahit, khususnya frasa “Sumbaga Anjayeng Prang,” yang menggambarkan keberanian dan pengabdian Ranggalawe.
Meskipun berakhir tragis, Ranggalawe tetap dikenang sebagai simbol ksatria yang teguh pada dharma bakti. Pertunjukan marching band akan menampilkan dinamika hidup Ranggalawe, dari kesetiaan hingga pemberontakan, melalui kostum, musik, dan visual yang dramatis.
Pilihan tema ini dalam konteks Haul Syekh Ahmad Mutamakkin dan Kirab 10 Muharram Desa Kajen memperkaya makna pertunjukan.
Kesejajaran semangat perjuangan Ranggalawe dengan nilai-nilai keteguhan dan keberanian, serta kaitan geografis antara Tuban (tempat Ranggalawe berkuasa dan asal Syekh Ahmad Mutamakkin) menciptakan kesinambungan sejarah lokal, sastra Jawa Kuno, dan spirit keagamaan.
Bahana Swara tidak hanya menampilkan atraksi musik, tetapi juga interpretasi kreatif sejarah dan sastra yang kaya makna, dipadukan dengan semangat religius lokal Desa Kajen.
Editor: Arif