KUDUS – Komunitas Penggiat Konservasi Muria (Peka Muria) memperingati hari jadinya yang kedua dengan menggelar sarasehan bertema “Sinergi Pendaki dan Konservasi Pegunungan Muria” di Joglo Migunani, Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Sabtu (12/7/2025).
Acara ini menjadi ajang refleksi pasca-insiden tragis jatuhnya pendaki di Pegunungan Muria, sekaligus penegasan komitmen Peka Muria dalam pelestarian lingkungan.
Ketua Peka Muria, Teguh Budi Wiyono, menyatakan sarasehan ini sebagai konsolidasi untuk menentukan arah gerakan konservasi setahun ke depan.
Salah satu prioritasnya adalah pendidikan lingkungan melalui program sekolah alam yang akan menyasar sekolah-sekolah di sekitar kawasan hutan, dari SD hingga SMA.
“Kami akan menanamkan nilai pentingnya menjaga alam sejak dini. Program ini mulai dijalankan tahun ini,” ungkap dia.
Sejak berdiri pada 12 Juli 2023, Peka Muria aktif memantau dan melestarikan satwa langka seperti macan Muria dan elang Jawa. Mereka mencatat keberadaan 14 ekor macan Muria dewasa, sementara pemetaan habitat elang Jawa masih berlanjut.
“Tahun lalu kami menemukan delapan titik habitat elang Jawa. Kini kami sedang fokus memetakan wilayah jelajahnya,” tambahnya.
Selain pelestarian satwa, penanaman pohon rutin dua hingga empat kali setahun juga dilakukan di lahan kritis.
Namun, meningkatnya aktivitas pendakian menimbulkan tantangan, terutama kerusakan lingkungan dan sampah.
“Banyak pendaki hanya ingin berfoto lalu meninggalkan sampah. Pendakian saat ini belum terkontrol. Kami berharap ada komunitas khusus yang bisa memberikan edukasi bagi pendaki,” tegasnya.
Anggota DPRD Jawa Tengah, Arif Wahyudi, menekankan pentingnya SOP tegas untuk mengatur aktivitas pendakian demi keselamatan dan kelestarian.
“Kami sudah berdiskusi dengan Disporapar Jateng bahkan sebelum insiden pendaki meninggal. Ke depan, semua pendaki harus mengikuti SOP ketat. Ada pelanggaran, termasuk soal sampah, perlu sanksi tegas,” ujarnya.
Ia juga mendorong pelatihan pemandu gunung untuk pendakian yang lebih aman dan terarah, menyoroti minimnya kesadaran sebagian pendaki yang merusak lingkungan.
Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Muria Raya, Budi Kusriyanto, menilai insiden pendaki meninggal sebagai tamparan bagi pemandu dan pengelola jalur pendakian.
“Sudah waktunya evaluasi menyeluruh, dari segi regulasi, SOP, hingga kejelasan otoritas pengelolaan setiap jalur. Saat ini, belum ada kepastian siapa yang punya wewenang penuh,” jelasnya.
Budi menyayangkan pengabaian peran pemandu oleh sebagian pendaki dan berharap tragedi ini meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran pemandu gunung.
Editor: Arif