PATI – Lima siswa Madrasah Aliyah (MA) Salafiyah Kajen, Pati, telah meraih prestasi gemilang di tingkat internasional. Tsalisa Chulaili Sahri Nova, Yoga Dimas Saputra, Dwi Erfiyan Sadewa, Achmad Najmi Zidan, dan Muhammad Jihaduddin Lathif, yang duduk di kelas XI dan XII, berhasil menyabet medali emas pada Asean Innovative Science, Environmental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2024.
Ajang ini diselenggarakan oleh Fakultas Tehnik Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang dan Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 2-5 Februari 2024. Mereka berhasil menciptakan inovasi revolusioner bernama “LeukoSense: Next-Gen Leukocyte Detection System,” alat canggih untuk memeriksa sel darah putih tanpa jarum suntik.
Tsalisa Chulaili Sahri Nova, ketua tim riset MA Salafiyah, menyampaikan bahwa perjalanan menuju prestasi ini melibatkan usaha keras, latihan setiap hari, dan doa.
“Disana kami tidak hanya mencari kemenangan, tapi juga memahami arti dari sebuah proses. Kegagalan dan rintangan tidak membuat kami patah semangat, malah menambah semangat untuk meraih hasil maksimal,” ungkapnya.
Adapun guru pembimbing tim riset MA Salafiyah adalah Isyarotuz Zakiyyah dan Moch. Chamdan Yuwafi.
Isyarotuz menjelaskan bahwa anak didik mereka memilih judul “Advancements in Non-Invasive Intelligent Technology for Leukocyte Detection” untuk kompetisi tersebut. Lomba ini diikuti oleh 462 tim dari 17 negara.
“Ini merupakan tantangan tersendiri bagi para siswa dalam mengikuti acara ini, karena acara ini diselenggarakan secara langsung (offline). Tentu saja, kami melakukan persiapan yang panjang. Mulai dari membuat proyek hingga mendapatkan alat bantu kesehatan, dan itu tidaklah mudah,” jelasnya.
Dia menyebutkan bahwa mereka membutuhkan waktu lima bulan untuk persiapan. Mulai dari menentukan ide hingga mempelajari teori biomedis.
“Persiapan membutuhkan waktu sekitar lima bulan. Mulai dari menentukan ide, bekerja sama dalam teori fisika kedokteran, teori teknologi cerdas, dan teori biomedis. Jadi bukan hanya satu teori saja, tetapi perlu mempertimbangkan beberapa teori,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa para siswa mengikuti petunjuk dari para pembimbingnya dalam membuat dan mengoperasikan alat menggunakan telepon pintar. Mereka mengalami beberapa kali kegagalan dalam merakit alat tersebut, namun mereka tetap semangat dan mengulang prosesnya. Akhirnya, menjelang bulan Januari, alat tersebut berhasil dibuat.
“Proses panjang itulah yang paling kami hargai melihat kegigihan anak-anak hingga akhirnya rasa lelah, rasa sempat putus asa, serasa terbayarkan dengan mendapatkan gold medal ini. Tentu rasa bahagia dan bangga pada anak-anak menjadi obat tersendiri buat kami karena berkali-kali gagal tapi tidak pernah patah semangatnya,” pungkasnya.
Editor: Fatwa