KUDUS– Jurnalisme mampu jadi alat
untuk mengisahkan peristiwa keseharian bernafas budaya dan sosial menjadi isu
penting. Cerita di sekeliling Kota Kudus yang mudah dijumpai ini digubah para
penulis buku Yang Asing di Kampung Sendiri (2018) dengan teknik prosa
berpedoman fakta.
untuk mengisahkan peristiwa keseharian bernafas budaya dan sosial menjadi isu
penting. Cerita di sekeliling Kota Kudus yang mudah dijumpai ini digubah para
penulis buku Yang Asing di Kampung Sendiri (2018) dengan teknik prosa
berpedoman fakta.
Salah satu penulis buku antologi,
Zakki Amali mengatakan, teknik narasi memang sedang digemari akhir-akhir ini
seiring dengan meningkatnya gairah pembaca untuk mengetahui topik tertentu yang
dikemas secara naratif dengan diksi pilihan serupa genre fiksi.
Zakki Amali mengatakan, teknik narasi memang sedang digemari akhir-akhir ini
seiring dengan meningkatnya gairah pembaca untuk mengetahui topik tertentu yang
dikemas secara naratif dengan diksi pilihan serupa genre fiksi.
“Pembaca akan langsung puas
dengan satu berita singkat. Tapi dengan prosa jurnalisme, pembaca akan ditarik
hanyut ke dalam pusaran cerita. Metodenya memang sama, tapi cara menulisnya
beda,” kata dia dalam bedah buku yang digelar LPM Paradigma IAIN Kudus dan
Paradigma Institute di Gedung SBSN IAIN Kudus, Senin (10/12/2018).
dengan satu berita singkat. Tapi dengan prosa jurnalisme, pembaca akan ditarik
hanyut ke dalam pusaran cerita. Metodenya memang sama, tapi cara menulisnya
beda,” kata dia dalam bedah buku yang digelar LPM Paradigma IAIN Kudus dan
Paradigma Institute di Gedung SBSN IAIN Kudus, Senin (10/12/2018).
Buku yang dieditori Afthonul Afif
ini terdapat 13 tulisan dengan sembilan penulis. Zakki mencontohkan kisah
keseharian yang bisa dijumpai di Kudus seperi orang puasa Dalail, buruh kretek,
situs patiayam dan tradisi nganten mubeng.
ini terdapat 13 tulisan dengan sembilan penulis. Zakki mencontohkan kisah
keseharian yang bisa dijumpai di Kudus seperi orang puasa Dalail, buruh kretek,
situs patiayam dan tradisi nganten mubeng.
“Buku ini memang belum
sempurna, tapi menjadi tonggak awal dalam mengabadikan Kudus melalui teknik
jurnalisme naratif. Semoga ke depan semakin banyak yang meminati, karena respon
pembaca sangat bagus,” ujar pria alumni IAIN Kudus.
sempurna, tapi menjadi tonggak awal dalam mengabadikan Kudus melalui teknik
jurnalisme naratif. Semoga ke depan semakin banyak yang meminati, karena respon
pembaca sangat bagus,” ujar pria alumni IAIN Kudus.
Dalam bedah buku itu hadir juga
sebagai narasumber, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Kudus, Zainal Abidin.
Menurut dia, beberapa kisah di dalam buku berkiblat pada aliran Timur dengan
ciri mengungkap kisah mitologi.
sebagai narasumber, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Kudus, Zainal Abidin.
Menurut dia, beberapa kisah di dalam buku berkiblat pada aliran Timur dengan
ciri mengungkap kisah mitologi.
“Memang jurnalisme tak
bertumpu pada pembuktian ilmiah seperti sebuah penelitian, tapi ini justru jadi
keunikannya karena acuannya adalah fakta. Selama berdasar fakta, sebuah karya
sah sebagai produk jurnalisme. Apapun isi dan bentuknya,” kata dia.
bertumpu pada pembuktian ilmiah seperti sebuah penelitian, tapi ini justru jadi
keunikannya karena acuannya adalah fakta. Selama berdasar fakta, sebuah karya
sah sebagai produk jurnalisme. Apapun isi dan bentuknya,” kata dia.
Di hadapan puluhan mahasiswa IAIN
Kudus, Zainal mengaku optimis masa depan genre jurnalisme ini. Terlebih di
koran yang dipimpinnya juga menyediakan ruang untuk menulis isu tertentu dengan
pendekatan ini.
Kudus, Zainal mengaku optimis masa depan genre jurnalisme ini. Terlebih di
koran yang dipimpinnya juga menyediakan ruang untuk menulis isu tertentu dengan
pendekatan ini.
“Saya kaget ada dua wartawan
Radar Kudus yang menulis di sini. Saya tanya kok tidak ditulis saja di koran.
Rupanya mereka tidak bilang menulis ini. Mungkin setelah ini saya menugasi
mereka,” ungkap dia.
Radar Kudus yang menulis di sini. Saya tanya kok tidak ditulis saja di koran.
Rupanya mereka tidak bilang menulis ini. Mungkin setelah ini saya menugasi
mereka,” ungkap dia.
Dua wartawan Radar Kudus yang
dimaksud yakni Noor Syafaatul Udhma dan Diyah Ayu Fitriani. Keduanya menulis
masing-masing dua tulisan panjang.
dimaksud yakni Noor Syafaatul Udhma dan Diyah Ayu Fitriani. Keduanya menulis
masing-masing dua tulisan panjang.
Rektor IAIN Kudus, Mudakkir
mengatakan dalam sambutannya, buku ini telah membuat terhibur. Sehari-hari, ia
berkutat pada penelitian yang ciri penulisannya kaku dan datar.
mengatakan dalam sambutannya, buku ini telah membuat terhibur. Sehari-hari, ia
berkutat pada penelitian yang ciri penulisannya kaku dan datar.
“Saya baca di awal ini sudah
asik. Saya sempat terkecoh juga, karena pada awal tulisan tak menjelaskan. Tapi
penjelasan ada di akhir. Ini menarik dan menghibur. Selamat kepada para
penulis,” imbuh dia. (has)
asik. Saya sempat terkecoh juga, karena pada awal tulisan tak menjelaskan. Tapi
penjelasan ada di akhir. Ini menarik dan menghibur. Selamat kepada para
penulis,” imbuh dia. (has)