Suatu pagi di beranda facebook,
seorang teman yang saya kenal sebagai budayawan Kota Jepara menulis status yang
mendadak menyentak nurani. Statusnya pagi itu berbunyi. “Munafik, kita benci korupsi tapi tidak menolak politik uang”.
seorang teman yang saya kenal sebagai budayawan Kota Jepara menulis status yang
mendadak menyentak nurani. Statusnya pagi itu berbunyi. “Munafik, kita benci korupsi tapi tidak menolak politik uang”.
Dalam statusnya tersebut, teman
saya itu secara terang mengajak kita untuk menolak politik uang di segala pesta
demokrasi. Dari pemilihan kepala desa, pemilihan umum legislatif, juga
pemilihan presiden dan wakil presiden.
saya itu secara terang mengajak kita untuk menolak politik uang di segala pesta
demokrasi. Dari pemilihan kepala desa, pemilihan umum legislatif, juga
pemilihan presiden dan wakil presiden.
Jika dirasakan, politik uang
memang sudah mendarah daging di negeri ini. Entah di luar negeri sama atau
tidak. Di masyarakat desa, sering saya mendengar dalam sebuah
pergunjingan-pergunjingan di warung kopi, di teras rumah, sampai pematang
sawah, ada istilah yang sangat lumrah sekaligus menjadi ugeman tiap pesta demokrasi digelar. Segala tingkatan pesta
demokrasi.
memang sudah mendarah daging di negeri ini. Entah di luar negeri sama atau
tidak. Di masyarakat desa, sering saya mendengar dalam sebuah
pergunjingan-pergunjingan di warung kopi, di teras rumah, sampai pematang
sawah, ada istilah yang sangat lumrah sekaligus menjadi ugeman tiap pesta demokrasi digelar. Segala tingkatan pesta
demokrasi.
Ra
wek ra obos. Artinya tidak ada uang tidak nyoblos.
Begitu memang yang sudah dianut sebagian besar masyarakat kita. Saya menyebut
sebagian besar, karena saya yakin masih ada orang-orang yang berfikir cerdas.
Mereka akan memilih siapa yang memberinya uang.
wek ra obos. Artinya tidak ada uang tidak nyoblos.
Begitu memang yang sudah dianut sebagian besar masyarakat kita. Saya menyebut
sebagian besar, karena saya yakin masih ada orang-orang yang berfikir cerdas.
Mereka akan memilih siapa yang memberinya uang.
Tidak salah bagi mereka penganut ugeman itu. Mereka memiliki sebuah pembenaran
sendiri menjalankan keyakinannya tersebut. Baginya, pesta demokrasi adalah
panen amplopan, tentu beserta lembaran rupiah yang nilainya beragam. Tergantung
seberapa tebal kantong para calon tersebut.
sendiri menjalankan keyakinannya tersebut. Baginya, pesta demokrasi adalah
panen amplopan, tentu beserta lembaran rupiah yang nilainya beragam. Tergantung
seberapa tebal kantong para calon tersebut.
Hal itu sendiri didasari
kekesalan masyarakat akan pemimpin atau wakil (dalam hal pemilihan legislatif,
DPR). Sudah lazim memang, para calon-calon tersebut akan sedemikian mendekat
dengan rakyat, mengobral janji-janji manis yang lebih sering tidak ditepatinya
ketika ambisi politik mereka terpenuhi. Masyarakat kita menjadi geram. Maka,
pembenaran untuk mloroti kantong para
calon tersebut sahih adanya.
kekesalan masyarakat akan pemimpin atau wakil (dalam hal pemilihan legislatif,
DPR). Sudah lazim memang, para calon-calon tersebut akan sedemikian mendekat
dengan rakyat, mengobral janji-janji manis yang lebih sering tidak ditepatinya
ketika ambisi politik mereka terpenuhi. Masyarakat kita menjadi geram. Maka,
pembenaran untuk mloroti kantong para
calon tersebut sahih adanya.
”Lha bagaimana lagi, ketika
mereka jadi ya banyak lupanya dengan kami,” begitu kalimat yang sering
terlontar.
mereka jadi ya banyak lupanya dengan kami,” begitu kalimat yang sering
terlontar.
Celakanya, perilaku yang semacam
itu menjadi bumerang. Kajian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
beberapa waktu lalu yang telah dipublikasikan ke publik menyebutkan, selain
karena perilaku, biaya pemilihan yang mahal menjadi penyebab tingginya angka
tindak pidana korupsi di negeri ini.
itu menjadi bumerang. Kajian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
beberapa waktu lalu yang telah dipublikasikan ke publik menyebutkan, selain
karena perilaku, biaya pemilihan yang mahal menjadi penyebab tingginya angka
tindak pidana korupsi di negeri ini.
Pada tahun ini sendiri ada 109
perkara korupsi yang ditangani lembaga anti rasuah ini. Dari sejumlah kasus
tersebut, KPK telah memproses 98 kepala daerah yang diduga terlibat, dari yang
diproses tersebut 18 lainnya sudah resmi memakai rompi oranye. Tersangka.
perkara korupsi yang ditangani lembaga anti rasuah ini. Dari sejumlah kasus
tersebut, KPK telah memproses 98 kepala daerah yang diduga terlibat, dari yang
diproses tersebut 18 lainnya sudah resmi memakai rompi oranye. Tersangka.
Hasil penelitian dari Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan penyebab korupsi kepala daerah itu
disinyalir karena monopoli kekuasaan, lemahnya akuntabilitas, juga karena biaya
pemilihan yang mahal.
dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan penyebab korupsi kepala daerah itu
disinyalir karena monopoli kekuasaan, lemahnya akuntabilitas, juga karena biaya
pemilihan yang mahal.
Sementara itu, Bawaslu juga menyebutkan jika
politik uang diakui masih kerap terjadi saat penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah. Politik uang terjadi saat masa kampanye, masa tenang, hingga saat
pemilihan. Tentu kita sangat mafhum dengan istilah “serangan fajar”. Ya begitu
itu.
politik uang diakui masih kerap terjadi saat penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah. Politik uang terjadi saat masa kampanye, masa tenang, hingga saat
pemilihan. Tentu kita sangat mafhum dengan istilah “serangan fajar”. Ya begitu
itu.
Lebih menyedihkan lagi, laporan yang dilansir
dari detik.com, yang menyebutkan ada
900 kepala desa yang ditangkap. Karena apa ? Presiden Jokowi menyebut karena
ratusan kepala desa tersebut menyelewengkan dana desa.
dari detik.com, yang menyebutkan ada
900 kepala desa yang ditangkap. Karena apa ? Presiden Jokowi menyebut karena
ratusan kepala desa tersebut menyelewengkan dana desa.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita
semua. Tindak pidana korupsi, kini telah menjadi sebuah bencana. Tidak hanya
sebatas kasus kriminal biasa. Korupsi adalah bencana moral, juga bencana
budaya.
semua. Tindak pidana korupsi, kini telah menjadi sebuah bencana. Tidak hanya
sebatas kasus kriminal biasa. Korupsi adalah bencana moral, juga bencana
budaya.
Kenapa sampai disebut bencana moral dan budaya.
Ramai-ramainya perilaku korupsi ini boleh dibilang sebagai satu kesatuan mata
rantai. Jika menilik karena biaya pemilihan yang mahal, ini terjadi karena para
pemilih membuka diri untuk membuat biaya pemilihan menjadi mahal melalui
serangan-serangan amplop yang kadang membabi buta. Hak suara bisa dibeli. Dan
para pemilih kita mudah sekali mengobralnya.
Ramai-ramainya perilaku korupsi ini boleh dibilang sebagai satu kesatuan mata
rantai. Jika menilik karena biaya pemilihan yang mahal, ini terjadi karena para
pemilih membuka diri untuk membuat biaya pemilihan menjadi mahal melalui
serangan-serangan amplop yang kadang membabi buta. Hak suara bisa dibeli. Dan
para pemilih kita mudah sekali mengobralnya.
Pada akhirnya, saya memang harus mengkambing
hitamkan politik uang sebagai salah satu biang korupsi. Korupsi menjadi subur
karena politik uang. Sedang kita para pemilih sangat berjasa menyuburkan
tanaman-tanaman korupsi itu, tentu melalui satu ugeman di atas bukan. Dan kini kita telah sedikit-banyak memanen
tanaman korupsi kita itu. Apa yang kita panen, saya kira pembaca bisa
merasainya sendiri. (Achmad Ulil Albab)
hitamkan politik uang sebagai salah satu biang korupsi. Korupsi menjadi subur
karena politik uang. Sedang kita para pemilih sangat berjasa menyuburkan
tanaman-tanaman korupsi itu, tentu melalui satu ugeman di atas bukan. Dan kini kita telah sedikit-banyak memanen
tanaman korupsi kita itu. Apa yang kita panen, saya kira pembaca bisa
merasainya sendiri. (Achmad Ulil Albab)