PATI – Suluk Maleman edisi ke-158, yang mengangkat tema “Menerobos Batas,” sukses menghadirkan diskusi mendalam tentang pengembangan diri dan pencarian jati diri.
Acara yang berlangsung Sabtu malam (22/2/2025) ini menghadirkan narasumber inspiratif seperti Helmi Mustofa, Budi Maryono, dan Muhammad Aniq, serta penampilan musik yang memukau dari Kiai Kanjeng.
Helmi Mustofa mengawali diskusi dengan menekankan bahwa manusia sendiri merupakan batas. Identitas kita—jenis kelamin, etnis, agama, dan ilmu pengetahuan—membentuk batasan-batasan.
Namun, beliau juga menjelaskan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan merupakan kunci untuk memperluas cakrawala dan “menerobos” batasan-batasan yang disebabkan oleh pandangan sempit.
“Seringnya kita merasa upaya kita sudah sampai batas. Padahal belum tentu,” tegasnya.
Budi Maryono, budayawan asal Semarang, menambahkan bahwa meskipun manusia memiliki keterbatasan fisik, seperti ketidakmampuan terbang, manusia mampu menciptakan alat untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Beliau menekankan pentingnya terus berusaha untuk mengetahui batas kemampuan diri.
“Sebenarnya kita tidak tahu sampai mana batasan itu. Manusia tetap ada batasnya. Namun untuk tahu batasnya kita hanya perlu terus mencoba,” ujarnya.
Muhammad Aniq, dalam paparannya, menjelaskan tiga karakteristik batasan dalam mengenal diri menurut Imam Ghazali: fitrah illahiah, tarbiyah, dan riyadhoh. Fitrah illahiah merujuk pada potensi bawaan yang dipengaruhi oleh genetika leluhur, sementara tarbiyah adalah proses transfer ilmu dari orang lain. Riyadhoh diartikan sebagai keinginan untuk menjadi lebih baik, seperti keinginan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman, membandingkan manusia dengan hewan. Beliau menjelaskan bahwa pengetahuan manusia sebagian besar merupakan hasil internalisasi dari luar, berbeda dengan hewan yang nalurinya sudah terbentuk sejak lahir.
“Hewan begitu dilahirkan secara tanpa perlu diajari sudah bisa membuat sangkarnya sendiri. Namun manusia harus melalui proses berlatih terus menerus untuk memahami dan menguasai sesuatu,” jelasnya.
Beliau juga menekankan pentingnya akhlak, yang terbentuk melalui internalisasi dan latihan terus-menerus, dan menjadi penentu 95% keputusan hidup kita (menurut Daniel Kahneman).
Anis juga menyoroti tiga pesan penting: membaca Al-Quran dengan memahami maknanya, salat malam, dan berkumpul dengan orang-orang saleh. Puasa juga disebutkan sebagai cara untuk mengontrol nafsu dan bermuhasabah.
Kehadiran Kiai Kanjeng menambah semarak acara. Musiknya berhasil menciptakan suasana khusyuk dan gembira yang berselang-seling.
Anis melihat penampilan Kiai Kanjeng sebagai bukti nyata energi kreatif Indonesia yang masih hidup hingga kini. Suluk Maleman edisi 158 ini menjadi pengingat pentingnya menerobos batasan-batasan diri untuk mencapai pengembangan diri yang lebih baik.
Editor: Fatwa