PATI – Dai kondang Gus Miftah memberikan ceramah di hadapan ratusan Lady Companion (LC) atau pemandu karaoke di Kabupaten Pati, Selasa (29/4/2025).
Acara yang bertajuk “Pengajian Tombo Ati bersama Gus Miftah” ini digelar di Cafe & Karaoke Permata, Puri, Kecamatan Pati, dan dihadiri oleh ratusan LC dan pekerja karaoke lainnya. Suasana pengajian semakin meriah dengan kehadiran pelawak Cak Percil yang turut meramaikan acara dengan guyonan khasnya.
Gus Miftah, dalam ceramahnya, menyatakan bahwa “dunia malam” telah menjadi medan dakwahnya sejak awal. Ia bahkan berkelakar menyebut tempat hiburan malam sebagai “Pusat Kesenangan Mas-Mas” (Puskesmas).
“Karakter dakwah kami. Pertama, kebangsaan. Kedua, basic saya sejak awal ketika terjun ke dunia dakwah adalah di wilayah yang dianggap marjinal. Alhamdulillah saya kembali ada waktu untuk menjumpai sahabat-sahabat kita di tempat seperti ini. Kebetulan hari ini rezekinya di Pati,” ujarnya.
Dalam ceramahnya, Gus Miftah mengambil hikmah dari kisah sahabat Nabi, Nu’aiman, seorang sahabat yang dekat dengan Nabi namun gemar bermaksiat.
“Nu’aiman adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi, tapi dia suka mabuk. Dia ahli maksiat, tapi mencintai Allah dan Nabi Muhammad. Para sahabat Nabi yang lain melaknat Nu’aiman karena menganggap dia fasik, orang yang rusak agamanya. Kepada para sahabat Nabi justru berkata, janganlah kalian melaknat Nu’aiman. Karena hatinya sangat mencintai Allah dan Rasulullah,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa maksiat memang salah, namun hal itu tidak seharusnya mengurangi rasa cinta kepada Allah dan Nabi.
“Iman seseorang itu hilang bukan karena maksiat, melainkan karena kesombongan. Maka kalau hari ini kamu masih suka mabuk, jangan pernah menjadikan hatimu jauh dari Allah dan Rasulullah,” tegasnya.
Gus Miftah juga mengungkapkan ungkapannya, “cukuplah bodimu yang bermaksiat, hatimu jangan,” yang menurutnya sering disalahpahami. Intinya, meski bermaksiat, seseorang tidak boleh kehilangan Allah di dalam hatinya.
Sebagai analogi, Gus Miftah menceritakan pengalamannya melihat pelelangan batu bacan bertuliskan lafaz Allah seharga Rp 3 miliar di TMII.
“Ketika itu ada batu bacan, di dalamnya ada lafaz Allah. Waktu itu dilelang, kalau tidak salah laku Rp 3 miliar. Padahal batu itu benda mati. Ketika di dalamnya ada kalimat Allah, laku semahal itu. Coba Anda bayangkan ketika dalam hatimu ada Allah. Berapa nilainya? Tak terhingga!” tuturnya.
Usai pengajian, Gus Miftah menjelaskan bahwa dakwahnya di tempat hiburan malam seperti rem kendaraan.
“Yang sering kita lupa, ketika berada di dunia seperti ini, yang orang bilang dugem, dunia gemerlap, kita biasanya lepas kontrol. Ini yang saya bilang terlena. Bahwa dunia malam ketika tidak ada rem, orang akan terlena. Kewajiban kita mengingatkan kembali agar mereka tidak terlena,” katanya.
Ia juga mencontohkan kasus mahasiswi di Jogja yang bekerja di dunia malam untuk membiayai kuliah namun lupa dengan kuliahnya setelah mendapatkan uang.
“Ada banyak mbak-mbak yang bekerja di tempat seperti ini alasannya untuk mencukupi kebutuhan anak, tapi begitu punya uang, lupa dengan anaknya. Begitu juga yang punya alasan untuk menafkahi orang tuanya. Maka fungsi pengajian itu tidak hanya meningkatkan keimanan, melainkan juga manajemen keuangan, bagaimana agar mereka tidak meninggalkan niat awalnya,” jelasnya.
Gus Miftah menegaskan komitmennya untuk terus berdakwah di dunia malam dan mempertahankan gaya dakwahnya yang khas.
“Karakter mau diubah bagaimana? Kalau saya berperilaku lebih santun di tempat seperti ini, mungkin malah mereka tidak mau mendengarkan saya. Jangan berubah lah,” tandasnya.
Musyafak, pengusaha karaoke yang menjadi inisiator pengajian, mengungkapkan bahwa keinginan untuk mengundang Gus Miftah sudah ada sejak dua tahun lalu.
“Namun saat ini kami diprakarsai oleh staf-staf utusan khusus presiden. Sehingga beliau mau hadir di Karaoke Permata ini. Kami sudah mencoba menawarkan pengajian bersama insan karaoke ini di GOR maupun di lapangan namun beliau tetap memilih di tempat karaoke ini,” jelasnya.
Sekitar 1.200 LC di Kabupaten Pati mendaftar, namun hanya ratusan yang dapat hadir karena keterbatasan tempat. Musyafak berharap pengajian serupa dapat dilakukan secara berkala.
Editor: Arif