PATI – Penggunaan “sound horeg” pada acara karnaval di desa-desa di Kabupaten Pati menjadi sorotan. Anggota DPRD Kabupaten Pati, Muslihan, menilai penggunaan alat musik keras tersebut tidak mencerminkan kearifan lokal dan malah menimbulkan keresahan di kalangan warga.
“Suara keras ‘sound horeg’ seringkali memicu konflik antarwarga, bahkan berujung pada tindak kekerasan,” ujarnya.
“Yang lebih memprihatinkan, dengan adanya ‘sound horeg’ dijadikan kesempatan berpesta bahkan sampai menjadi ajang pesta minuman keras pesertanya. Ini harus ada perhatian khusus dari pemerintah daerah dan desa,” imbuhnya.
Muslihan menekankan perlunya aturan yang jelas mengenai pelaksanaan karnaval, dengan menekankan tradisi dan budaya lokal tanpa menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ia mengusulkan agar dikeluarkan surat keputusan atau edaran khusus dari pemerintah daerah dan desa sebagai pedoman pelaksanaan acara tersebut.
“Kita harus memastikan bahwa karnaval tetap meriah, namun tetap menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Penggunaan ‘sound horeg’ yang tidak terkendali harus diatasi agar tidak menjadi pemicu konflik sosial,” tegasnya.
Melestarikan Budaya Lokal
Kabupaten Pati sendiri dikenal kaya akan seni tradisi dan budaya. Mulai dari kesenian tradisional seperti ketoprak, wayang, hingga kesenian khas Pati seperti Gong Cik dan Mandailing.
Muslihan berharap, karnaval di desa-desa dapat menjadi wadah untuk menampilkan dan melestarikan budaya lokal, bukan sekadar ajang pamer “sound horeg”.
“Karnaval seharusnya menjadi momen untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya lokal kepada generasi muda,” ujar Muslihan.
“Dengan begitu, karnaval akan menjadi kegiatan yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.
Pemerintah desa dan daerah diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk mengatur penggunaan “sound horeg” dalam acara karnaval, sehingga tetap meriah namun tetap menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta melestarikan budaya lokal
[ADV]
Editor: Fatwa