GROBOGAN – Polemik pengelolaan tanah bengkok di Desa Kalirejo, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, mencuat ke permukaan.
Diduga, hasil lelang tanah bengkok selama 16 tahun tidak pernah dilaporkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD), menyebabkan kerugian desa diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Yatno, seorang petani penggarap lahan bengkok selama 10 tahun, mengungkapkan bahwa ia dan beberapa warga lainnya menyetor uang sewa langsung kepada Sekretaris Desa (Sekdes) Kalirejo tanpa melalui mekanisme kas desa.
“Setiap tahun kami setor langsung ke pa carik (sekdes), tidak melalui lelang bondo deso atau kas desa. Saya sendiri menggarap sebanyak seperempat bau dengan harga Rp 3 juta per tahun untuk sewa lahan sawah. Kalau lahan yang lokasinya di tengah, harga sewanya beda, bisa lebih tinggi sekitar Rp 500 ribu,” jelas Yatno pada Senin (29/9/2025).
Menurut data, ada sejumlah nama warga yang turut menggarap tanah bengkok, termasuk Riali Santoso, Sujadi, Sumarno, Pasirin, Suji, Saadi, Yatno, Rebo, Gimin, dan Samidi. Total lahan yang dikelola mencapai 9 bau atau setara dengan 6 hektar sawah.
Bendahara desa, Lasiyem, membenarkan adanya pengembalian sebagian tanah bengkok ke desa oleh Sekdes yang berstatus PNS sejak 2009.
“Memang ada pengembalian, tapi besarannya kami tidak tahu. Kami hanya menerima laporan. Soal dilaporkan ke BPD atau tidak, itu kewenangan panitia,” ujarnya saat dikonfirmasi di kediamannya.
Namun, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengklaim tidak pernah menerima laporan hasil lelang tanah bengkok dari panitia yang diketuai oleh Sekdes.
Bahkan, BPD Kalirejo mengaku telah menyurati Bupati Grobogan pada tahun 2024 terkait masalah ini, namun belum mendapatkan respons.
“BPD tidak pernah menerima laporan hasil lelang. Padahal itu menjadi kewajiban panitia menyerahkan laporan hasil lelang bondo desa. Bahkan kami sudah pernah menyurati bupati, tapi tidak ditindaklanjuti,” ungkap salah seorang anggota BPD.
Dengan potensi pendapatan dari sewa lahan bengkok seluas 6 hektar yang mencapai Rp 3 juta per seperempat bau per tahun, desa seharusnya menerima pendapatan yang signifikan. Estimasi kerugian selama 16 tahun akibat tidak adanya setoran ke kas desa mencapai Rp 832 juta.
Editor: Arif