Breaking News
light_mode

Kedaulatan Pangan dan Kesadaran Budaya Sumber Utama Kekuatan Bangsa

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Sen, 19 Sep 2022
  • visibility 74
Ngaji budaya Suluk Maleman, (17/9/2022)

Bukan seberapa banyak jumlah tentara atau canggihnya alutsista. Namun kedaulatan pangan dan kesadaran budayalah yang menjadi sumber utama kekuatan bangsa. 

Masalah kebangsaan kembali dibahas dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman pada Sabtu (17/9/2022) malam. Dalam forum ngaji budaya itu dibahas tentang pentingnya posisi kedaulatan pangan serta kesadaran budaya sebagai sumber utama kekuatan bangsa.

Dr. Bambang Sadono SH, MH, yang hadir menjadi narasumber dalam Suluk Maleman menyebutkan, bahwa negara-negara besar bukanlah yang berbasis pada industri melainkan yang menitik beratkan pada sektor agraria. Kenyataannya, negara-negara yang telah mampu berdaulat dalam sektor pangan sajalah yang akan menjadi negara yang kuat.

“Kita sering terkecoh dengan sebutan yang disematkan pada mereka sebagai negara industri. Amerika misalnya, mereka justru memiliki lahan yang sangat luas untuk pertanian. Dulu saat kain berasal dari kapas mereka punya lahan kapas yang luas. Mereka juga punya kebun apel, gandum dan lain sebagainya. Bahkan, saat ini pasokan kedelai terbesar juga datang dari Amerika,” terangnya.

Ironisnya, sebagai bangsa pengonsumsi tempe, kita justru harus mengimpor kedelai sebagai bahan pokoknya. Begitu pula untuk tepung. Indonesia adalah bangsa pengonsumsi mie terbesar kedua di dunia setelah China. Namun hampir tidak ada tanaman gandum di sini sehingga harus impor.

“Sehingga saat terjadi konflik Ukraina dan Rusia malah kita yang cukup kelimpungan. Banyak lagi contohnya. Gula misalnya,saat ini kita masih mengandalkan impor. Atau, yang terasa ironis, meski punya lahan sawit begitu besar tetap saja kita mengalami krisis minyak goreng,” sesalnya.

Selain kedaulatan pangan, Bambang Sadono juga menegaskan tentang pentingnya kebudayaan sebagai landasan sebuah peradaban. Bambang menyebut Jepang sebagai contoh masyarakat yang berbasis kebudayaan kuat. Meski rata-rata orang Jepang cukup kaya, namun hampir tidak ada yang membeli mobil produk dari luar, baik Amerika mau pun Eropa,

“Padahal tidak ada larangan untuk membelinya. Itu terjadi karena mereka punya ikatan yang kuat pada produk dalam negerinya sendiri,” begitu tambahnya.

Belum lagi kuatnya budaya malu di Jepang. Saat diisukan terlibat korupsi saja, akan segera membuat seorang tokoh mundur dari jabatannya.

“Bandingkan disini. Sudah dipermalukan pun tetap tidak mau mundur,” tambahnya.

Untuk sistem politiknya, demikian menurut Bambang, di Jepang dan di banyak negara lain, ketua partai dipilih oleh anggota parlemen. Ini berangkat dari kesadaran bahwa anggota parlemenlah yang dipilih oleh rakyat, sehingga merekalah yang dianggap paling bisa membawa aspirasi rakyat. Karena itu tak mengherankan bila di banyak negara yang dianggap maju, nama ketua partai malah tidak banyak dikenal, yang dikenal adalah nama-nama anggota parlemen.

“Berbeda dengan disini. Justru ketua partailah yang terkenal. Dan bukan hanya terkenal, tapi juga seolah diposisikan sebagai pihak yang  paling menentukan segalanya. Begitu berkuasanya, sehingga tak jarang anak-anaknya sendiri dipilih untuk meneruskan,” sindir Bambang dengan tertawa.

Menurut sebuah teori, begitu ungkapnya, kebudayaan adalah dasar atau landasan bangunan kemasyarakatan. Kebudayaan itu sendiri ditentukan oleh agama, adat istiadat, serta etika. Kebudayaan inilah yang kemudian akan tercermin secara sosial, ekonomi dan politik.

“Ketika etikanya saja sudah tidak beres, kehidupan sosialnya pasti tidak beres,” begitu tambahnya.

Bambang pun mengingatkan betapa dulu para pejuang kemerdekaan kita memiliki nilai-nilai mulia yang diperjuangkan. Bahkan meski nilai itu berbeda-beda, baik agama, pendidikan, mau pun ideologi, namun kesemuanya menyatu demi Indonesia.

“Kini kita banyak kehilangan nilai-nilai tersebut. Kita sekarang tampaknya malah sudah membalik urutan bangunan kemasyarakatan kita, dimana posisi paling atas adalah kekuatan ekonomi, baru setelah itu politik, sosial dan budaya. Jadi saat ini kekuatan ekonomilah yang menentukan segalannya, sementara kekuatan budaya yang seharusnya menentukan justru menjadi yang paling tidak berdaya.

Harga Diri

Sementara itu menurut penggagas Suluk Maleman Anis Sholeh Ba’asyin, kita sebenarnya memiliki basis kebudayaan yang kuat. Kita memiliki mur’uah, harga diri yang kuat. Hanya saja seiring jalannya waktu, banyak nilai yang terkikis. 

“Sebagai contoh, kita bisa sebut tokoh seperti Kalinyamat di Jepara. Meski perempuan namun mampu menjadi panglima perang dengan membawa 3 ribu kapal untuk menyerang Portugis. Itu semua bisa terjadi karena pasti ada nilai-nilai tentang penjagaan mu’ruah yang luas dipegang oleh masyarakat, sehingga dengan cara yang tepat mereka mampu untuk dimobilisasi ketika ada ancaman terhadap nilai tersebut,” demikian tegasnya.

“Sebelum itu juga ada juga kerajaan Kalingga dengan Ratu Shima-nya. Yang sering kita lupa, salah satu nilai yang menonjol pada waktu itu adalah larangan untuk mencuri atau korupsi. Bukan hanya mengambil, tapi konon sekadar menyentuh atau melompati barang yang jatuh di jalan saja akan dihukum potong tangan atau kaki. Bahkan ada cerita, anak Ratu Shima sendiri harus dipoting kakinya karena melompati barang hilang di jalan.”

“Pertanyaannya, bagaimana nilai-nilai mulia ini akhirnya terkikis dan hilang? Hari ini bangsa kita justru menunjukkan perilaku yang buruk terkait hal-hal tersebut?” sambung Anis.

Dia pun lantas mencoba memahami hal tersebut dengan pendekatan teori yang menyebut bahwa bangunan peradaban hampir selalu terbentuk dari lima unsur dasar. Yakni struktur, sistem, lembaga, norma dan yang paling dasar adalah apa yang disebut sebagai mental model. Dari apa yang disebut sebagai mental model yang berkembang secara personal inilah kemudian akan terbentuk bangunan-bangunan di atasnya.

“Norma itu nantinya akan membentuk lembaga. Dari lembaga itu akan melahirkan sistem hingga akhirnya nantinya membentuk struktur. Jadi kalau mental model yang menjadi landasannya sudah bermasalah, tentu akan berpengaruh pada norma, lembaga, sistem dan strukturnya,” demikian tambahnya

Berkait dengan mental model yang cenderung personal ini, Anis mengaku tertarik pada surat Al A’raf ayat 179 dimana disebutkan bahwa neraka jahanam akan banyak diisi oleh jin dan manusia yang tidak menggunakan hati untuk memahami, mata untuk melihat dan telinga untuk mendengarkan. 

“Oleh Al Qur’an mereka disebut seperti ternak bahkan lebih buruk lagi. Saya jadi berfikir kenapa kok dipadankan dengan ternak dan bukan hewan? Jawabannya adalah: ternak adalah hewan yang diambil dari lingkungan dan kebiasaannya; lantas dibudi-dayakan agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Bukankah ternak itu hewan yang dibudidayakan dengan kebiasaan-kebiasaan baru, bukan untuk kepentingannya tapi demi kepentingan manusia?” lanjut Anis.

“Membaca peringatan tegas Al Qur’an tersebut, mestinya kita harus selalu menggunakan hati untuk memahami kebenaran, mata untuk jernih melihat kenyataan, dan telinga untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Bila tidak, kita akan jauh lebih buruk dari ternak, karena hanya berpikir dan bertindak berdasar arahan para pemegang kekuasaan,” jelasnya.

“Dalam kaitan ini, tampak jelas bahwa Al Qur’an memosisikan kedaulatan manusia sebagai dasar atau mental model membangun peradaban. Manusia diminta untuk selalu dalam kondisi sadar dalam mengelola pikiran dan tindakannya,” lanjutnya.

Menurut Anis, ayat 179 surat Al A’raf di atas terhubung dengan ayat 36 surat Al Isra’, dimana disebutkan bahwa manusia tidak boleh mengikuti sesuatu yang dia tak punya ilmu tentangnya; karena pendengaran, penglihatan dan hati akan diminta pertanggung-jawaban. Kedua ayat ini sama-sama menyebut hati, penglihatan dan pendengaran sebagai kuncinya. Menurut Anis, penjagaan terhadap ketiga hal inilah yang bisa menjadi sumber lahirnya mental model peradaban yang sehat.

“Bisa diperkirakan bahwa pengikisan atau hancurnya suatu peradaban dimulai dari terdistorsinya ketiga sumber metal model ini. Apalagi di masa kini, di era carut marut medsos seperti saat ini, dimana dengan gampang orang diombang-ambing kesana kemari, di adu-domba begitu saja. Kalau boleh jujur, dalam hal ini kita benar-benar sudah diperlakukan dan memperlakukan diri sendiri sebagai ternak,” tegasnya.

Topik yang menggelitik ini membuat suasana ngaji yang dihadiri ratusan orang, baik langsung di Rumah Adab Indonesia Mulia mau pun lewat live streaming, tersebut terasa hidup. Apalagi diselingi dengan penampilan Sampak GusUran dengan komposisi musiknya. (nir)

  • Penulis: Redaksi

Rekomendasi Untuk Anda

  • DPRD Pati Desak Pemkab Sosialisasikan Kelebihan Pupuk Kompos dan Standarisasi Produksi  

    DPRD Pati Desak Pemkab Sosialisasikan Kelebihan Pupuk Kompos dan Standarisasi Produksi  

    • calendar_month Rab, 30 Okt 2024
    • account_circle Fatwa Fauzian
    • visibility 62
    • 0Komentar

    PATI – Anggota DPRD Pati, Narso, mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati melalui Dinas Pertanian (Dispertan) untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dengan kelemahan penggunaan pupuk kimia dan kelebihan penggunaan pupuk kompos. “Sehingga, bisa ketahuan unsur hara apa yang terkandung di dalamnya. Karena memang minat petani memproduksi kompos sendiri kan tidak terstandarisasi,” tuturnya. Narso menilai, sosialisasi […]

  • Perisai Demokrasi Bangsa Hadir untuk Pantau Pemilu 2024

    Perisai Demokrasi Bangsa Hadir untuk Pantau Pemilu 2024

    • calendar_month Ming, 30 Apr 2023
    • account_circle Redaksi
    • visibility 69
    • 0Komentar

    Launching lembaga pemantau pemilu 2024 Para kader muda bangsa membentuk Perisai Demokrasi Bangsa. Ini adalah lembaga pemantau pemilu, yang siap menjaga demokrasi sekaligus memastikan Pemilu 2024 berlangsung jujur dan adil. SEMARANG – Perisai Demokrasi Bangsa didirkan para kader muda jebolan Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) dan Pendidikan Pemantau Partisipatif  (P2P) Bawaslu Jawa Tengah dengan peserta […]

  • Wakil Ketua DPRD Pati : Harus Ada Reboisasi di Pegunungan Kendeng

    Wakil Ketua DPRD Pati : Harus Ada Reboisasi di Pegunungan Kendeng

    • calendar_month Sen, 28 Okt 2024
    • account_circle Fatwa Fauzian
    • visibility 78
    • 0Komentar

    PATI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati berharap program reboisasi dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak lingkungan di Pegunungan Kendeng. Penanaman pohon dinilai dapat berfungsi sebagai resapan air, terutama saat musim hujan tiba. Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Pati, Hardi, mendorong semua pihak untuk menanam bibit pohon keras. Menurutnya, sinergitas dibutuhkan agar seluruh […]

  • Sudah Punya Official Store Persipa Pati Tinggal Bangun Training Ground Sendiri

    Sudah Punya Official Store Persipa Pati Tinggal Bangun Training Ground Sendiri

    • calendar_month Sel, 19 Apr 2022
    • account_circle Redaksi
    • visibility 80
    • 0Komentar

    Logo Persipa Pati yang dipasang di offial store sekaligus kafe dan kantor Persipa Pati saat ini sudah memiliki kantor sekaligus official store dan kafe. Hadirnya fasilitas menegaskan keseriusan pengurus Persipa Pati untuk menjadi sebuah tim sepakbola profesional. PATI – Setelah memastikan diri naik kasta ke Liga 2 Persipa Pati terus berbenah di segala sisi, kini […]

  • Penempatan Pedagang Pasar Rogowongso Mundur Lagi

    Penempatan Pedagang Pasar Rogowongso Mundur Lagi

    • calendar_month Jum, 26 Jan 2018
    • account_circle Redaksi
    • visibility 88
    • 0Komentar

    Tampak pekerja sedang mengerjakan untuk pembuatan sekat di los Pasar Rogowongso Lingkar Muria, PATI – Beberapa pedagang Pasar Rogowongso yang masih menempati kios darurat di kawasan Pecinan mengaku resah. Hal ini lantaran jadwal untuk masuk ke dalam pasar yang telah selesai direvitalisasi pada akhir Desember tahun kemarin, tak kunjung dapat ditempati. Salah satu pedagang Kustini, 51, […]

  • Melangitkan Doa, Melarung Energi Negatif untuk Indonesia di TPI Banyutowo

    Melangitkan Doa, Melarung Energi Negatif untuk Indonesia di TPI Banyutowo

    • calendar_month Sab, 9 Mar 2019
    • account_circle Redaksi
    • visibility 60
    • 0Komentar

    Gus Umar Fayumi memberikan tausiyah kebangsaan sekaligus memimpin doa lintas agama  Matahari terik menyinari area TPI Banyutowo di Desa Banyutowo Kecamatan Dukuhseti, Sabtu (9/3/2019) lalu. Bunyi melodis gamelan, dan sepoi-sepoi angin pantai, menyambut hadirin. Janur-janur kuning ikut menghiasi jalan menuju TPI. Beberapa orang mengenakan setelan pakaian tradisional jawa. Berbatik, blangkon dan ada pula yang berjarik. […]

expand_less