GROBOGAN – Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Fraksi PDI Perjuangan, Yohanes Winarto, menyoroti lemahnya putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia.
Hal ini disampaikannya usai ujian desertasi tertutup terkait hukuman mati pada kasus pidana korupsi di Universitas Diponegoro, Semarang, Jumat (11/7).
Dalam penelitiannya, Winarto memfokuskan kajian pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia menemukan fakta mengejutkan: angka korupsi justru meningkat setiap tahunnya.
“Angka korupsi tidak semakin turun, dari tahun ke tahun semakin meningkat,” ujarnya.
Winarto menilai lemahnya putusan pengadilan tidak memberikan efek jera. Bahkan, hal ini justru memicu maraknya pelaku korupsi baru.
“Inilah problem yang ada di negara kita,” tuturnya.
Untuk mencari solusi, Winarto melakukan penelitian yang menunjukkan perlunya hukuman berat bagi pelaku korupsi. Ia juga prihatin karena banyak aparat penegak hukum yang terlibat dalam pusaran korupsi.
“Banyak juga aparat penegak hukum yang justru terlibat dalam pusaran korupsi itu sendiri,” jelasnya.
Berdasarkan penelitiannya, Winarto merekomendasikan pemerintah untuk mereformulasi pasal-pasal dalam Undang-Undang Korupsi. Ia mengusulkan agar ancaman hukuman mati dimasukkan ke dalam pasal-pasal di luar Pasal 2 ayat (2), dengan kualifikasi tertentu.
“Di luar Pasal 2 ayat (2), untuk juga ada kualifikasi di mana pasal-pasal tersebut juga dimasukkan ancaman pidana mati,” tegasnya.
Dengan demikian, penjabaran Undang-Undang Korupsi Pasal 2 ayat (2) tidak hanya terbatas pada keadaan tertentu, tetapi juga mempertimbangkan aspek lain seperti pelaku, pejabat, dan jumlah kerugian negara.
“Itu juga yang harus jadi pemikiran, agar mereka-mereka yang melakukan kejahatan tersebut, patut untuk dijatuhi pidana mati,” tegasnya.
Winarto berharap penelitiannya dapat berkontribusi pada perbaikan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Editor: Arif