SEMARANG – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Semarang (USM) sukses menggelar seminar nasional bertema “RUU KUHAP dan Optimalisasi Pra Penuntutan: Harmonisasi Kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam Sistem Peradilan Pidana” di Gedung V Prof. Dr. Joetata Hadihardaja lt.6., USM.
Seminar ini bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa dan masyarakat tentang perkembangan terkini sistem peradilan pidana Indonesia.
Seminar yang dihadiri ratusan peserta dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum ini menghadirkan narasumber terkemuka, antara lain Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H., M.Hum (Guru Besar Ilmu Hukum UNISULA), Dr. Muhammad Junaidi, S.Hi., M.H (Wakil Rektor 3 Universitas Semarang), Dr. (c) Fathurrahman, S.H., M.H (Praktisi Hukum), Khusnul Imanuddin S.H. (Jaladara Law Firm), Dian Puspitasari, S.H. (LBH AMAN), dan Husnul Mudhom (Advokat) sebagai moderator.
Para narasumber membahas secara mendalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981.
Mereka menyoroti berbagai kelemahan KUHAP dan menekankan perlunya revisi untuk menciptakan sistem hukum yang lebih efisien, adil, dan transparan.
Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H., M.Hum, mengkritik keterbatasan kewenangan jaksa dalam penyidikan di Indonesia, berbeda dengan sistem di Jerman dan Belanda di mana jaksa memiliki peran pengawasan.
“Kelemahan dari KUHAP dari sudut pandang Yuridis yakni salah satunya keterbatasan kewenangan jaksa dalam penyidikan. Padahal di beberapa negara lain seperti Jerman dan Belanda jaksa memiliki peran supervise penyidikan, tetapi di Indonesia jaksa hanya menerima hasil penyidikan dari kepolisian. Sehingga jaksa tidak dapat secara langsung mengontrol kualitas penyidikan, yang berujung pada bolak baliknya perkara,” ujarnya pada Jumat (28/2/2025).
Dian Puspitasari, S.H. (LBH AMAN), menambahkan perspektif sosiologis. Ia menyoroti potensi ego sektoral antara kepolisian dan kejaksaan.
“Dari Kelemahan dari Sudut Sosiologis, Potensi Ego Sektoral antara Kepolisian dan Kejaksaan, Hubungan antara penyidik (Polri) dan penuntut umum (Kejaksaan) sering kali tidak harmonis karena adanya perbedaan persepsi mengenai alat bukti dan unsur pidana. Kejaksaan merasa bahwa penyidikan kurang berkualitas, sementara kepolisian merasa bahwa jaksa terlalu formalistik dalam menilai berkas perkara. Kurangnya koordinasi ini membuat proses penegakan hukum menjadi lambat dan tidak efektif,” jelasnya.
Dr. (c) Fathurrahman, S.H., M.H., menekankan pentingnya pemahaman masyarakat tentang peran jaksa sebagai dominus litis.
“Ada kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang Peran Dominus Litis. Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa jaksa hanya “meneruskan” hasil penyidikan polisi tanpa memahami bahwa jaksa memiliki kewenangan untuk menentukan kelanjutan perkara. Minimnya pemahaman ini sering kali menyebabkan kekecewaan terhadap keputusan-keputusan kejaksaan,” katanya.
Khusnul Imanuddin, S.H., menyarankan agar RUU KUHAP yang baru menerapkan asas diferensiasi fungsional secara fleksibel, memperkuat asas dominus litis, dan memberikan pedoman yang jelas, ketat, dan transparan dalam penggunaan kewenangan, termasuk restorative justice.
“Agar ada harmonisasi kewenangan penyidik dan Penuntut umum maka perlu dirumuskan dalam RUU KUHAP seperti Penerapan Asas diferensi fungsional tidak diterapkan secara kaku tetapi fleksibel. Memperkuat asas dominus litis Peran Jaksa dalam Penyidikan penerapan Perlu ada pedoman dan standar yang Jelas, ketat dan transparan dalam penggunaan kewenangan seperti Restorative Justice agar tidak disalahgunakan,” tuturnya.
Husnul Mudhom, selaku moderator, menutup sesi diskusi dengan menekankan pentingnya revisi KUHAP.
“Cukup diperhitungkan bagi kita semua bahwa diskusi kali ini untuk membuka mata kita perlunya UU KUHAP baru,” ungkapnya.
Wakil Rektor 3 USM, Dr. Muhammad Junaidi, S.Hi., M.H., menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar ini dan berharap materi yang disampaikan dapat mendorong terciptanya sistem hukum yang lebih baik di Indonesia.
“Hal lain yakni kita dapat mendukung proses perumusan RUU KUHAP agar dalam proses penyidikan dapat dilakukan dengan memperkuat penerapan asas dominus litis peran jaksa” ujarnya.
Editor: Fatwa