GROBOGAN – Acara kumpul bareng lintas iman dengan tema “Refleksi Keberagaman Meneladani Guru Bangsa Gusdur” digelar di Desa Ngambakrejo, Kecamatan Tanggungharjo, pada Selasa (23/09/2025).
Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wolo Purwodadi, Pemuda Ansor Kecamatan Tanggungharjo, Fatayat Kecamatan Tanggungharjo, Gusdurian Grobogan, dan perwakilan Grobogan Maju.
Pertemuan sore itu dimulai dengan perkenalan nama, alamat, dan aktivitas masing-masing peserta, dilanjutkan dengan berbagi keresahan.
Umar Haji Mussaid dari Gusdurian Grobogan menekankan relevansi 9 nilai utama Gusdur (Abdulrahman Wahid) sebagai pedoman bernegara.
“Kita dapat meneladani kesederhanaan Gusdur dalam berpakaian, memperjuangkan keadilan kaum minoritas, serta cara Beliau memanusiakan manusia,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kontras antara keangkuhan sebagian pejabat negara dengan kondisi sosial masyarakat yang kesulitan akibat pajak tinggi dan harga tanah yang melambung.
Masalah sosial di Grobogan juga menjadi perhatian, terutama kasus persekusi terhadap seorang kepala dusun di Desa Crewek, Kecamatan Kradenan, karena orientasi seksualnya.
Wahyu Dwi Pranata dari Grobogan Maju menegaskan bahwa insiden ini mencerminkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang nilai keberagaman.
“Ketidakmampuan manusia memahami Pancasila mengakibatkan hak-hak orang lain terenggut. Kita harus mampu melihat dan menerima orang lain hidup menjadi manusia seutuhnya, walau kadang bertentangan dengan pedoman beragama yang kita yakini. Indonesia ini negara hukum yang berpancasila, negara harusnya menjamin kebebasan setiap warganya, bukan malah menjadi alat menindas rakyatnya,” tegas Wahyu.
Sebagai penutup, Ki Atma, aktivis senior Gusdurian, mengajak semua yang hadir untuk tidak sekadar meniru tingkah laku Gusdur, tetapi menghadirkan nilai-nilai Gusdur dalam jiwa dan pikiran.
Editor: Arif